Senin, 05 Mei 2014

Senin, Mei 05, 2014
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan pertolonganNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Ilmu Hadits dengan baik.
Makalah yang kami beri judul “ Hadits Berdasrkan Kuantitasnya ” bertujuan agar pembaca terutama  mahasiswa mengetahui pentingnya ilmu hadits dalam kehidupan sehari-hari.
Terimakasih kami ucapkan kepada K.H. Aufal Marom Yang telah menjadi pembimbing kami, sehingga terselesaikan makalah ini. Tentunya dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan dan kesalahan kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami selalu bisa menjadi yang lebih baik  dalam menyelesaikan tugas-tugas yang akan datang.




Sarang, 27 April  2013


Penyusun





























BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Tinggi rendahnya tingkatan sebuah hadits tergantung dari tiga aspek yaitu jumlah rawi, kualitas rawi, dan keadaan matan. Ketika terdapat dua hadits yang dipandang dari segi banyaknya rawi, maka hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi itu lebih tinggi tingkatannya dibandingkan yang diriwyatkan oleh satu rawi. Hadits yang diriwayatkan oleh tiga rawi maka lebih tinggi dibanding yang diriwayatkan oleh dua rawi. Begitu pula seterusnya.
Hadits yang diriwyatkan oleh rawi yang memiliki daya ingat yang tinggi itu lebih tinggi dibandingkan yang lemah. Begitu pula hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih kuat dibandindgkan hadits yang diriwayatkan oleh mereka yang ahli pendusta.
Oleh karenanya apabila melihat keterangan diatas bahwa hadist itu terkadang akan dipandang dari segi kualitas nya. Sedangkan ketika dipandang dari segi tersebut hadits akan terbagi menjadi dua yaitu : hadits maqbul dan hadits mardud.  Maqbul dengan artian hadits tersebut dapat diterima terdapat dua macam yaitu hadits shahih dan hadits hasan. Sedangkan mardud dengan arti tidak dapat diterima ialah hadits dloif. Walaupun terkadang hadits mardud tersebut bisa dipakai dengan berbagai ketentuan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Perbedaan antara hadits shahih, hasan dan dloif?
2.      Kriteria-kriteria hadits yang dapat dikatakan shahih?
3.      Penyebab dari hadits dikatakan dloif?

1.3  Tujuan Penulisan
Tahu pentingnya akan ilmu hadist yang telah dipaparkan di minggu kemarin oleh teman-teman kami. Membuat kami semakin ingin mendalami ilmu hadits, tentunya keinginan tersebut dapat terwujud apabila kita tahu betul hadits-hadits tersebut, bagaimana cara membedakannya. Oleh karenanya kami berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca semua terutama kita kalangan santri yang berjiwa mahasiswa paham akan hadits-hadist, sehingga ketika sedang membaca hadits selain mengerti akan apa yang dikehendaki dari ma’na hadits tersebut juga mengeti apakah hadits tersebut pantas untuk diamalkan ataupun tidak.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hadist Shahih
Ø  Pengertian hadist shahih
Shahih secara etimologi berarti sah. Sedangkan secara terminologi ada beberapa pendapat di kalangan ahli hadist antara lain :
·         Menurut ibnu shalah, hadis shahih adalah hadist yang musnadz, yang sanadnya bersambung, diceritakan oleh orang-orang yang adil dan dlabit sampai akhir, tidak ada syadz dan tidak berillat.
·         Menurut imam nawawi, hadis shahih adalah hadist yang sanadnya bersambung, rawi-rawinya adil dan dlabit, tidak syadz dan tidak berillat.
Ø  Syarat-syaratnya
Berdasrkan beberapa definisi muhaditsin tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu hadist bisa dikategorikan ahli hadist shahih jika telah memenuhi syarat-syarat, diantaranya:
a.       Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambung(ittishal al-Sanad) adalah sanad yang selamat dari keguguran karena tiap-tiap rawi saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.
b.      Rawi bersifat adil
Devinisi adil kaitanya dengan periwayatan berbeda dengan adil dalam persaksian. Menurut muhadisin, adil adalah istiqamatu al-din (استقامة الدين)  dan muru’ah (المروءة). Istiqamatu al-din melaksankan kewajiban-kewajiban dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang haram yang mengakibatkan pelakunya fasiq. Sedangkan muru’ah adalah melaksankan adab dan akhlak yang terpuji dan meninggalkan perbuatan yang menyebabkan orang lain mencelanya.
c.       Rawi dlabith
Dlabit ada dua amcam yakni dlabith al-shadri dan dhabith al-kitab. Dlabith al-shadri adalah kuat ingatanya, kuat lebih banyak dari pada lupanya, dan kebenaranya lebih banyak dari pada kesalahanya. Jika seseorang memliki ingatan yang kuat, sejak menerima sampai menyampaikan kepada orang lain, dan ingatanya itu sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saa dikehendaki, disebut orang yang dlabith al-ashadri. Sedangkan dlabith al-kitabah adalah orang yang menyampaikan berdasarkan buku catatanya.
d.      Tidak syadz
Syadz secara bahasa artinya rusak. Sedangkan menurut istilah ahli hadist, syadz/syudzudz adalah suatu yang sama mengenai suatu permasalahan yang bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat dan sulit untuk dikompromikan antara dua riwayat tersebut.
e.       Tidak ber-‘illat
‘illat artinya penyakit, cacat.Illat hadist adalah  suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai kesahihan suatu hadist. Misalnya meriwayatkan hadist secara muttasil terhadap hadist- hadist mursal(yang gugur seorang sahabat yang meriwayatkanya). Demikian juga, dapat dianggap suatu ‘illat hadist, yaitu suatu sisipan yang terdapat pada matan hadist.

Ø  Klasifikasi
Hadist shahih di bagi menjadi dua bagian yakni;
a.       Shahih li Dzatihi artinya yang shah karena dzatnya, yakni yang shahih dengan tanpa bantuan keterangan lain. Sedangkan secara istilah, shahih li dzatihi adalah suatu hadist yang sanadnya sambung dari awal sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, dlabith yang sempurna, serta tidak ada syudzudz, dan ‘illat yang tercela.
b.      Shahih li Gharihi adalah yang shahih karena yang lainya, yakni menjadi shahih karena dikuatkan oleh sanad atau keterangan lain.


2.2. Hadits Hasan
Ø  Pengertian Hasan
 Hadits Hasan secara etimologi  berarti baik. Sedangkan secara terminologi adalah hadis yang di riwayatkan oleh rawi yang adil, kurang dhobit, sanadnya sambung, selamat dari syadz dan illat yang tercela.
        Dari definisi di atas, yang membedakan antara hadis shohih dan hasan adalah dari segi kedhobitannya. Hadis shahih mensyaratkan taam al-dlabith (kuat/sempurna hafalannya), sedangkan hadis hasan khafifal-dhobith(kurang kuat/lemah hafalannya).
Ø  Klafikasi
Hadis hasan terbagi menjadi dua macam yaitu :
a.       Hasan li dzatihi (karena dzatnya atau dirinya). Definisi tentang hadis hasan li dzatihi sebagai mana pengrtian hadis hasan itu sendiri.
b.       Hasan li ghoirihi (karena yang lainnya)  adalah satu hadis yang menjadi hasan karena dibantu dari jalan lain. Secara istilah hasan li ghoirihi adalah hadis dhoif apabila sanad-sanadnya banyak yang satu menguatkan yang lain, dan rawinya tidak pendusta atau di tuduh dusta.
2.3 Hadits Dloif
Ø  Pengertian
Secara etimologi Dhaif artinya lemah. Menurut Jalaluddin as-Suyuthi, Hadist Dhaif adalah “hadist yang tidak memenuhi kriteria hadist shahih dan hasan”. Dengan demikian hadist dhaif merupakan hadist yang salah syarat atau lebih dari persyaratan-persyaratan  hadist shahih atau hadist hasan hasan tidak terpenuhi. Hadits dloif juga bisa dikatakan dengan hadits mardud.
Ø  Klarifikasi
Para ulama berbeda pendapat dalam membagi macam-macam hadist dhaif. Sebagian ulama  membagi hadist dhaif ke dalam 42 bagian Dan sebagian ulama yang lain membagi menjadi 49. Meski demikian, secara garis besar, pembagi hadist dhaif dapat dilihat dari dua faktor utama. Pertama, faktor kesinambungan sanad hadist, kedua, faktor-faktor lain dikesinambungan luar sanad.
·         Dari sisi kesinambungan sanad pada hadist dhaif, terbagi dalam lima hadist yakni; hadist mursal, munqhati’, mu’dhallas, dan mu’allal.
·         Sementara di tinjau dari faktor selain kesinambungan sanad, hadist dhaif dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Hadist mudla’af , Hadist mudltarib, Hadist maqlub, Hadist syadz, Hadist munkar, Hadist matruk.


















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Apabila melihat dari kualitas hadits maka hadits dapat dibagi menjadi tiga, yaitu hadits shahih, hasan dan dloif. Dua diantaranya dapat diterima dan diamalkan yaitu hadits shahih dan hasan ataupun dapat diistilahkan dengan hadits maqbul. Sedangkan yang dloif merupakan kebalikannya atau tidak diterima dan tidak bisa diamalkan. Bisa diamalkan apabila berupa fadloilul ‘amal akan tetapi dengan adanya beberapa syarat-syarat yang mendukung.

3.2  Saran

Mencari ilmu memang tidak ada batas, walaupun ilmu itu tersebut tidak kita ketahui apa gunanya. Ilmu hadits mungkin salah satu ilmu yang wajib kita pelajari, walaupun dalam mempelajarinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Akan tetapi setidaknya kita tahu akan dasar-dasar ilmu tersebut. Seperti kita tahu akan bentuk-bentuk hadits yang begitu banyak dengan mengetahui cirri-ciri hadits tersebut.




0 komentar:

Posting Komentar